Limbah medis seperti alat infus, alat suntik, dan sarung
tangan, merupakan contoh sampah medis yang harus segera dimusnahkan setelah
pemakaian, dan dilarang untuk dipergunakan kembali atau bahkan didaur ulang
menjadi bahan produksi mainan anak-anak, sepertijarum suntik. Selain itu,
limbah medis juga bukan hanya bersumber dari peralatan medis, namun dari
berbagai bahan medis, dan sekolah farmasi, seperti obat-obatan kadarluarsa. Dan
apabila bahan semua itu tidak dimusnahkan dan berserakan serta saling tercampur
bukan pada tempatnya, hal itu menjadikan peluang masyarakat untuk
menggunakannya sebagai bahan dasar berbagai jenis mainan anak, tanpa
memperdulikannya adanya virus serta racun dan unsure kiamiawi lainnya.
Masyarakat pada umumnya sangat awam mengenai bahaya dari
dampak sampah medis, khususnya bagi masyarakat kalangan bawah. Namun selain
itu, masyarakat cenderung tak ada pola pikir dalam mempertimbangkan proses
pembuatan mainan berbahan sampah medis tersebut demi memenuhi keinginan sang
anak. Padahal bahan limbah medis RS yang dibuang begitu saja, lalu dipungut
pemulung, dicuci, dibungkus, dan dijual pada anak-anak, dengan proses yang
alakadarnya. Anak-anak pun banyak yang membeli dan menggunakannya untuk
bermain, tanpa memahami bahaya mengancam dirinya. Diperparah dengan keadaan
orang tua yang membiarkan anaknya bermain menggunakan mainan berbahan sampah
medis tersebut, karena minimnya informasi pada orang tua mengenai bahaya dari
dampak sampah medis.
Sehingga, hal tersebut perlu segera disosialisasikan secara
merata mengenai bahaya dari dampak mainan anak berbahan sampah medis. Agar
orang tua memahami dan dapat lebih selektif dalam memilih mainan anak. Padahal,
mainan berbahan sampah medis tersebut
sudah sangat mudah dijumpai dan dekat dengan anak-anak, dan yang menjadi
sasaran para oknum penjual mainan anak berbahan sampah medis tersebut adalah
anak-anak usia Sekolah Dasar, bahkan anak usia taman kanak-kanak.
Jika anak-anak sudah terkontaminasi dan terjangkit penyakit
HIV atau hepatitis melalui sampah medis tersebut, dalam kurun beberapa waktu,
dapat terjadi persoalan kualitas SDM Indonesia menurun, yang mengartikan bahwa
anak-anak adalah generasi bangsa. Kemuudian masalah tersebut akan mewabah pada
masalah-masalah lainnya seperi kesenjangan social dan ekonomi, karena biaya penyembuhan
yang sangat mahal.
Tidak lepas dari persoalan itu, bahwa kejahatan terjadi
karena juga ada peluang. Sebab, mendasar pada persoalan sampah medis yang
dikelola pihak rumah sakit dalam pelaksanaan pengelolaan dengan benar atau
tidak. Karena jika pengelolaan sampah medis tersebut tidak benar, maka
dikhawatirkan dapat dipakai untuk kepentingan lain dan menimbulkan bahaya bagi
kesehatan masyarakat, dan dikhawatirkan sampah medis tersebut jika jatuh ke tangan yang tidak bertanggung
jawab, dan menyebabkan peluang didaur ulang, untuk berbagai barang, bukan saja
sekedar mainan anak.Bahayanya sampah medis sehingga benar-benar harus
dimusnahkan, karena mengandung bakteri-bakteri dan berbagai virus. Bahkan, terdapat
bakteri dan virus yang sulit untuk dimusnahkan, misalnya saja bakteri (?) dan
virus (?).
Tercatat dalam
peraturan Depkes RI menyatakan bahwa limbah medis memiliki kategori berdasarkan
potensi bahaya yang terkandung di dalamnya serta volume dan sifat
persistensinya yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Dan menurut berbagai
sumber, dalam SOP limbah medis dinyatakan semua harus dipisahkan, yakni kuning
untuk limbah infeksi, merah untuk benda tajam dan hitam untuk limbah non medis.
Selanjutnya, limbah di kantung kuning dan merah dihancurkan menggunakan
insenerator sedangkan untuk kantung hitam akan diambil oleh dinas kebersihan.
Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan Menkes No
986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M PLP No HK.00.06.6.44,tentang
petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit. Dalam pernyataan yang
dikutip dari sumber media, bahwa mantan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu
Sedyaningsih MPH, Dr.PH (Almh), di sela-sela sambutannya saat membuka
Konferensi Nasional I Promosi Kesehatan Rumah Sakit bertema New Challenges of
Health Promoting Hospital in Indonesia di Bandung, Selasa malam (6/3/12).
Menkes menegaskan, tiga hal yang harus diperhatikan oleh para penyelenggara
pelayanan kesehatan, khususnya penyelenggara rumah sakit, bahwa sarana
pelayanan kesehatan harus menjadi tempat yang aman bagi para pekerjanya,
pasiennya, dan masyarakat di sekitarnya.
Tanggapan mengenai permasalahan
tersebut juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK),
dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke
sejumlah rumah sakit di wilayah DKI Jakarta dan Depok, Jawa Barat, guna
melakukan pengecekan secara langsung standar pembuangan dan pengolahan limbah
yang dilakukan rumah sakit pada Selasa siang (6/3/12). “Secara garis besar,
sistem pembuangan dan pengolahan limbah rumah sakit sudah berjalan, tetapi
masih harus disempurnakan. Yang harus diperhatikan adalah jangan sampai sampah
medis tercecer, apalagi dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab,
bahkan sampai berdampak pada penyakit-penyakit yang dapat membahayakan
masyarakat”, jelas Dirjen BUK. Dirjen BUK juga menambahkan bahwa, bila terdapat
rumah sakit yang melanggar standar pembuangan limbah dan pengelolaannya,
Kementerian akan menindak tegas pengelola rumah sakit tersebut.
Semua hal tersebut mengarahkan kepada inti sari dari pokok
permasalahan, yaitu masalah bahaya dari dampak sampah medis terhadap mainan
anak-anak serta awamnya informasi mengenai masalah tersebut, dan cara penanggulangannya.
Kemudian mengacu pada pihak rumah sakit, agar lebih mempertegas lagi
pengelolaan sampah medis yang untuk segera dimusnahkan. Disusul dengan harapan masyarakat banyak, mengenai
pemerintah yang harus menangani serius masalah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar