kenangan

  • Replace This Text With Your Featured Post 1 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 2 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 3 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 4 Description.

Rabu, 29 Agustus 2012

Harap punya sahabat, Pacar yang diberikan.


 
Kejadian satu tahun silam yang menyedihkan, sudah aku lupakan. Kini usia ku semakin dewasa dan mengharuskan sifat ku juga dewasa. Pada tahun ajaran baru ku ini, aku mendapat kelas yang sangat kurang aku suka. Aku sedih dengan kelas itu. Namun kesedihan itu tak aku simpan lama-lama. Aku saat itu bingung harus duduk sama siapa. Ketika aku menuju perpustakaan, disana aku bertemu laila dan aku menanyakan soal kelas barunya.

“hai laila, sendirian aja?” Tanya aku
“engga kok, sama ela fit, fitri udah tahu kelas baru nya belum?” tanyanya.
“sudah, aku di kelas paling akhir kalau kamu.” Ungkap aku.
“wah sama dong fit, aku juga di kelas IPS yang akhir. Fit duduk sama aku yuk, mau ga duduk bareng?” Tanya laila.
Sontak aku sangat terkejut, laila mengajak aku untuk duduk bersama. Padahal laila sudah tahu bagaimana repotnya berurusan dengan aku untuk soal pelajaran berhitung, akupun bertanya dengan heran kepada laila.
“kamu yakin mau duduk dengan aku? Apa kamu engga takut aku akan merepotkan mu?” Tanya aku dengan sedih.
“hahaha, enggalah fit. Santai aja. Duduk bareng oke”
“oke laila, makasih banyak ya. Kalau gitu nanti aku akan datang lebih pagi untuk menempati tempat duduk kita. Dibaris ke dua dari depan ya kita duduknya. Oke?”
“oke deh fit. Oh ya aku mau mencari ela dulu ya. Dah fit” Ungkap laila.

Aku pun tersenyum-senyum, dan melanjutkan membaca buku yang aku suka, yaitu Novel.

Keesokanya aku duduk bersama laila. Kami mulai berkomunikasi dengan baik, karena walau kami satu kelas tahun lalu, kami tidak terlalu akrab. Aku mulai merasakan kenyamanan yang sama, senang disamping laila. Beberapa bulan, Dia selalu bersama aku kemana-mana. Dia juga sangat baik selalu membagi makanan dan siap sedia mendengarkan aku yang doyan bercerita apapun yang menjadi cerita aku. Tapi, ketika aisyah yang duduk bersama fika didepan bangku kami, mulai mendekati laila. Aku memakluminya karena mungkin aisyah ke sepian karena fika selalu pergi kebangku orang lain.

Saat itu di kantin, setelah makan siang kami selesaikami santap dengan laap.  Aku pun seperti biasa meluapkan cerita aku ke dia. Aku tahu laila nyamam-nyaman saja ketika aku bercerita apapun. Bahkan kadang iya yang minta aku untuk bercerita kepadanya. Itu yang membuat aku nyaman dengannya. Aku pun menceritakan kepada laila tentang perjalanan ku mencari sahabat, sampai akhirnya aku mengungkapkan sesuatu ke laila.

“laila, kamu sangat baik kepada aku. Aku seneng banget sama kamu. Tapi maafkan aku laila, aku tidak bisa menyebut mu sebagai sahabat aku.” Ungkap aku.

Ketika aku mengucapkan hal itu, laila terlihat terkejut dan heran. Dan aku kembali melanjutkan ungkapan aku.

“bukannya aku tidak mau, tapi aku tidak bisa. Karena aku takut laila, aku takut kamu akan berubah dan aku takut kamu jadi membenci aku, seperti pengalaman aku yang sebelum-sebelumnya. Aku seakan mengartikan “sebuah cap sahaba aku” pada orang lain adalah hal yang sangat dilarang, karena setiap setelah aku mengucapkan hal itu kepada yang sudah aku anggap menjadi sahabat, lambat laun mereka berubah membuat aku sedih dan menyakiti aku.” Ungkap akau dengan bercucuran air mata.

“engga kok fit, aku tahu pengalaman itu guru yang baik. Tapi, aku engga akan seperti itu fit” ungkapnya dengan memeluk aku.

“maafkan aku laila, aku takut. Aku engga bisa. Aku hanya mau bilang terimakasih sudah bersama aku.” Ungkap aku.

“baiklah, ya sudah kalau gitu kamu jangan nangis lagi ya.” Hibur laila pada aku.

Setelah kejadian itu, aku tampak sangat senang, karena aku yakin laila tidak akan menyakiti aku.  Namun aku salah, laila menaykiti aku. Sama seperti kiky kejadiannya. Saat itu pelajaran matematika dan aku meminta bantuan kepada laila untuk mengajari aku, namun laila bilang kalau dia sedang sibuk.

“aku lagi sibuk fit, bentar dulu napah.” Ungkapnya dengan nada marah.

Aku pun kaget dan nyaris meneteskan air mata. namun aku mencoba mengerti dia dan menunggu dia saat tidak sibuk. Namun ketika ia sudah tidak sibuk. Aku mencoba meminta nya lagi.

“laila, tolong ajarin aku ya.” pinta aku

 Akhirnya laila pun mengajari aku namun laila sangat mengajari dengan nada malas dan kesal pada aku. Aku pun segera member tahu dia kalau aku sudah mengerti. Aku sangat sedih sekali. Namun kesedihan aku benar mengeluarkan air mata, saat fata dan ratih datang menghampirinya dan meminta ia mengajarinya, laila pun dengan ceria dan lembut mengarjakannya.

Aku pun pergi ke kamar mandi untuk menyembunyikan kesedihan aku, dengan membasuh wajah ku.

Kejadian itu bukan hanya terjadi saat itu saja, laila selalu melaukan hal itu saat pelajaran matematika. Aku yakin aku dan laila tidak ada masalah. Dan seusai pelajaran matematika laila pun kembali baik hati kepada aku. Tapi, suatu saat saat guru matematika mengadakan games, siapa yang berhasil mengerjakan soal sebanyak lima buah tersebut dengan nilai seratus, tidak akan di remedial saat ulangan harian selanjutnya. Kami pun menyambutnya dengan gembira, ditambah saat mengetahui soal tersebut yang sangat mudah.

Namun saat itu, ada dua buah soal yang sulit dan aku sama sekali tidak mengerti, aku mencoba memberanikan diri menanyakan kepada laila, dan laila tetap sama berkilah tak mau mengajari aku. Dan dia tetap sibuk dengan aisyah mengajari teman-teman aku yang lain.

Aku pun sendiri mengerjakan soal-soal itu, namun ervina membantu aku dengan sukarela. Aku pun senang saat itu



Setelah beberapa hari kemudian, nilai tersebut dibagikan. Kemudian laila sangat terlihat kesal dan marah saat melihat nilai miliknya yang mendapa tujuh lima. Aku pun sama mendapat nilai tujuh lima, namn laila tak mau melihat nilai aku, dan mengira nilai aku adalah seratus. Dia mulai menyindir dihadapan aku kepada aisyah.

“sebel banget, udah susah-susah ngerjain dan di sukarelain dibagiin jawabannya. Eh tapi aku malah dapet nilai jelek. Hampir semua temen-temen yang lain, dapet seratus. Gini nih kalau ribet ngerjainnya. Gak bisa focus sendirian.” Ungkapnya.

Aku pun yang mendengar hal itu sangat sedih. Semenjak kejadian itu laila jaga jarak dengan aku. Laila tidak mengajak bicara kepada aku. Bahkan untuk meminjam penghapus dan meminta tolong, dia lebih memilih kepada orang lain, sedangkan aku yang di sebelahnya memberikan penghapus tidak di terima olehnya. Bahkan untuk pelajaran bahasa sunda, dia lebih memilih meminta bantuan kepada orang lain. Walaupun aku sudah menwarkan diri membantu dia.

Kemudian, setiap istirahat. Laila selalu pergi bersama aisyah tanpa mengajak aku untuk ikut bersama mereka. Kemudian saat fika tidak masuk sekolah, laila pergi duduk bersama aisyah untuk beberapa hari kedepan. Tanpa berpamitan atau bilang sepatah kata pun kepada ku.

Setelah fika kembali masuk, namun ia selalu pindah duduk ke belakang untuk mencatat bersama teman-teman “geng” nya, hal itu dimanfaatkan oleh laila untuk duduk bersama aisyah. Aku pun selalu sendiri. Suatu saat aku menanyakan semua ini dan laila hanya menjawab dengan singkat.

“itu kan hak aku fit, lagian aku juga cape ikut kamu yang suka keliling sekolahan. Aku lebih enak sama aisyah” Ungkapnya.

Aku tidak mngerti dengan pernyataan nya itu. Aku memang tidak bisa diam, aku selalu pergi ke TU, ke ruang guru, ke koperasi, ke ruang pak Andi, ke Masjid dan ke perpustakaan. Mungkin laila telalu lelah, jika harus bersama aku. Tapi aku tak pernah meminta itu padanya. Belakangan waktu itu juga aku sudah menyuruhnya untuk tidak mengikuti aku, karena pasti akan capek. Namun aku sadar, mungkin rasa capeknya hilang tapi dia merasa kesepian, karena aku yang selalu pergi kemana-mana. Tapi kenapa jadi menyambung kesitu.

Semenjak saat itu, aku sudah tidak pernah duduk dengan laila. Aku pun meminta maaf padanya. Dan kami saling memafkan. Tapi, aku tetap memutuskan untuk tidak duduk dengan laila dan membiarkan laila duduk dengan aisyah, karena aku sudah tidak sanggup kalau harus seperti itu.

Ya Alloh, sampai kapan aku harus seperti ini. Kalaupun hanya sekedar penantian, mungkin aku pasti akan siap-sipa saja. Namun jika harus dengan kesakitan dan kesedihan seperti ini, aku sangat tidak sanggup. Dan aku memutuskan untuk, beristirahat sejenak dengan harapan aku mendapat seorang teman.





Tidak ada komentar: